::berani melamar, berani nyiapin mahar::
entah kenapa jadi teringat cerita teman-teman yang dulu lebih dulu "diadopsi" oleh universitas-universitas di luar negeri...cerita
sebagian besar dari mereka "diadopsi" sesaat setelah lulus...dan yang mengadopsi bahkan datang langsung ke mereka di kampus-kampus. Bukan orang sembarangan yang datang...wakil rektor, dekan, dan sebagainya...or
ketika datang e-mail tawaran untuk saya mengajar di Nagoya Univ dulu pun sebenarnya sama...dosen yang "melamar" saya sudah memiliki senjata berupa surat-surat dari rektor dan sebagainya, dan profesor saya (yang saat itu menjadi penghubung...ma
di luar negeri, ketika mereka hendak "merampok" otak-otak orang asing sudah siap dengan sesiap-siapnya...
beberapa waktu yang lalu ketika saya diberi kesempatan diskusi dengan mahasiswa-mahas
Akhirnya saya jawab, "dulu ketika saya hampir lulus doktoral, sensei saya sudah menawarkan untuk menjadi pengajar di sebuah PTN di Jepang...bahkan
Tapi apa dikata, takdir berjalan lain. Sesampainya saya di Indonesia dan kemudian menghadap dosen tersebut di ruangannya yang megah....beliau
Tapi, saya sudah menduga akan terjadi hal ini....(terima kasih kepada pak Totok, korban dari PTN yang sama yang kembali lagi ke Jepang dan menceritakan semua kejadian yg beliau alami sehingga saya bisa persiapan...) sehingga diam-diam saya juga mengajukan lamaran ke sebuah PTS di dekat rumah di Salatiga dan diterima, sehingga shock saya sedikit terobati. PTS tersebut adalah Universitas Dian Nuswantoro di Semarang.
Kembali ke laptop, kalau universitas di LN sangat siap luar dalam ketika mereka berani menawar otak-otak yang berceceran di LN, maka kalau universitas di Indonesia agaknya berbudaya lain. Selama di Udinus Semarang, tidak jarang saya menerima tawaran dari berbagai PTN untuk bergabung dengan mereka...tapi ternyata hampir kesemuanya hanya "perayu ulung" yang tidak berani "mengkhitbah"..
Dan semenjak di Nagoya Univ ini, tidak jarang saya menerima ajakan bergabung, baik dengan univ di Indonesia maupun di LN....tapi ternyata kadang-kadang saya lihat, pola tersebut masih sama...yang di Indonesia kadang berani "melamar" tapi ndak berani "menyiapkan mahar"...
#DahGituAja
EmoticonEmoticon