Apakabar, Rio?
Masih di Merbourne-nya?
Ini Bang Pesal yang poto-poto di kantor sama kau bulan lalu.
Mudah-mudahan sehat-sehat saja ya. Jangan kau begadang. Juga jangan
tenggak anggur disana. Jangan tiru abangmu ini waktu muda. Tiap hari
teguk step atau kamput. Kayak spiritus rasanya. Rusaknya abang ini.
Merinding abang lihat penampilan kau itu, bah. Paten kali kulihat.
Gantengnyaaa.. Jeges. Orang sekampung melongo liat kau, Rio. Cemana
pulak bisa orang Solo masuk F1. Salut abang, Dek.
Jangan kecil
hati kau gak sampe habis semalam di sirkuit. Yang penting sudah kau
injak aspalnya tu. Di Australia lagi. Bukan di Sentul. Mana bisa
sembarang orang kayak abang bisa kesitu. Kau ingat itu
Abang
hanya ingatkan, jangan dengar kali suara orang di sini. Abang tengok
banyak kali cerita orang itu. Dianggapnya mudah bisa maen disitu. Gak
ada otaknya orang tu semua. Macam pande kali dia itu. Bawak slow saja,
Dek.
Orang itu nampak kali gak pernah berjuang. Mau enaknya
saja. Cemana laa. Orang itu banyak jadi anggota DPRD, ijazahnya
persamaan nya. Mocok-mocoknya kerjanya dulu. Masuk parte, entah apa
prestasinya. Dipilih kawan-kawannya itu. Jadilah dia masuk gedung DPRD.
Petantang-peten
teng pulak. Belum tentu dia itu hapal Undang-undang. Cuma lagaknya saja banyak.
Rio, hari ini banyak berita kau di koran dan tipi. Tapi abang nasihati
kau. kalau baca ulasannya, jangan la bawak kali masuk ke hati. Banyak
tak bagusnya itu. Melecehkan saja isinya. Pening kepala kita. Semua
maunya ribut. Yang bagus pun ditulis ancur. Tak syor kita bacanya.
Mungkin kayak gitu yang diajari mamaknya sejak kecil. Ngertilah kau ya.
Dek, apapun kata orang, abang salut sama kau. Mana ada orang Indonesia
bisa masuk F1, selain kau. Alamak jang. Masuk MURI lah itu nanti.
Perjuangan kau tak bisalah rasanya abang tiru. Susah itu
Abang
dengar, mogoknya kendaraan kau. Itu bukan silap kaunya itu. Kerjaan si
Manor nya itu. Tak beres. Nanti-nanti ingatkan dia, jangan bikin ilang
syor terus
Tapi abang tengok, biasanya pembalap itu gagal.
Abang rasa, jagonya kau nyupir. Cuma nasib saja kemarin gak habis kau
tanding. Si Schumacher saja pernah sial. Si Lewis juga pernahnya
mobilnya rusak. Biasanya itu. Malah ada yang belum start saja sudah
mogok dia. Kayak si Keviyat. Padahal si Putin sponsornya. Tak jaminan
la. Gak usah suntuk kau. Masalah gelleng itu.
Abang kemarin agak
was-was juga. Takut abang kau kecelakaan di lapangan. Mau kemana muka
abang dan orang kampung kalau kek gitu. Ternyata paten kali kau itu bah.
Tak ada kau senggol orang. Untung tak kau tiru metromini di jakarta.
Semua mau disenggol. Ada celah dikit di jalan langsung sorong kepala.
Badannya pasti masuk nanti. Itu pikiran sopirnya. Betul-betul abang
takut kau tiru sopir metromini. Meskipun tak semua sopirnya jelek. Bang
Ucok abang rasa bagusnya cara nyupirnya. Tenang kulihat. Mungkin karena
iparnya jadi keneknya barangkali. Cuma abang pikir-pikir, mobil balap
kau kek mirip warnanya sama metromini. Cemana bisa begitu? Mudah-mudahan
salah tengok saja abang ni
Eh, ternyata si Alonso yang
berantam mobilnya sama si Guterez. Baguslah kau tak ikut-ikut orang itu
betekak di lapangan. Memang sudah cocok kau jadi pembalap di F1 tu.
Bukan abang itu yang ngomong. Abang baca, kalok gak profesional manalah
bisa ikut balapan kek gitu. Apalagi kalau tak silap, gak ada KKN di F1.
Itu bedanya dengan balapan jadi pengurus parte. Ada bapak, binik, anak,
menantu, ipar, adek, entah siapanya lagi. Masuk semua jadi pengurus.
Bapak diganti anak biasanya disini. Akhirnya kena narkoba dia. Ada
contohnya itu.
Cuma abang pesan, janganlah kau kesana-kemari cari
dana untuk bisa maen lagi di sirkuit lain. Aneh aja abang rasa. Kau
serius saja mikirkan lomba. Untuk cari dana biar elit yang pake safari
itu yang urus. Kau gak usah takut. Abang tengok sudah banyak pejabat
poto-poto sama kau. Abang rasa, maulah orang itu ngasih kau duitnya. 100
milyard gak ada artinya sama orang tu. Kawan-kawannya malah ada yang
korupsi trilyunan. Biasa-biasa saja nya abang lihat orang itu. Kayak tak
merasa berdosa semua. Di tipi masih bisa ketawa-ketawa. Tak ada
takutnya. Tapi abang rasa, putih juga tapak kakinya. Kembut juga dia
itu. Cuma dasar pemain, bisa dia bersandiwara.
Abang mau tanya,
cemananya dana yang kau minta itu? Sudahnya terkumpul? Abang salut sama
PERTAMINA mau nyumbang banyak untuk kau. Pantas memang kita jaga
PERTAMINA. Mereka rupanya menolong sejak di lomba-lomba kau selama ini.
Cuma herannya begitu kau masuk F1, kok banyak kali yang mau dekat kau?
Minta poto lah. Minta didatangi. Adanya orang tu ngasih duit ke kau?
Kalau gak, bengis kali lah hati orang itu. Model pencitraan pulak yang
dipakainya. Entah siapa yang ditirunya.
Okelah ya Rio. Abang
tunggu kabar kau. Abang dengar kau tanding nanti di Bahrain. Kalau tak
silap abang, masih ada 20 pertandingan lagi. Alamak, hebatnya. Abang tak
maksa kau juara. Beratlah. Tapi abang berdoa kau bisa buat lagu
Indonesia Raya nanti dinyanyikan. Cuma jangan lupa kau bawa kasetnya.
Takutnya panitia tak punya pulak. Ancur nanti acaranya kalau kau juara
tak siap lagunya. Tak sedap kita nengoknya. Kau bawa saja kasetnya.
Abang rasa tak apa-apanya itu.
Jangan lupa kalau kau lagi
duduk-duduk sama orang Manor, dikit-dikit kau bilang la, jangan banyak
kali mintak duit orang tu. Bilang aja, sekarang ini nama MANOR saja
sudah terkenal di sini. Omak-omak, Opung, semua dongan tahu kau pake
bendera Manor. Sangkin terkenalnya, orang lupa sama kasus BLBI, Mafia
Migas, Sumber Waras, Sinabung. Sebentar lagi genset di kampung abang
jadi laris. Manalah mau orang kampung tak liat kau tanding. Disini
seringnya mati lampu.
Jadi bertandinglah kau baek-baek ya. Jangan
jujur kali kau di lapangan. Sekali-sekali kau gertak mereka. Kasih
sikit pancingan. Kalau sudah jiper, ada harapan kau ditakuti. Coba kau
bilang dulu ke mereka, berani gak nyopir di jakarta. Kalau bisa
pagi-pagi suruh dia datang di jalanan kota. Biar mati bediri dia
Abang rasa, kalau kau sudah sering masuk tipi, citra Indonesia pasti
mantap. Bisa-bisa investor datang bawa duit kesini. Bukan kayak investor
yang kemaren dulu. Apanya bawa duit banyak. Dia hanya berusaha dapat
ijin disini, lalu pinjam duit di bank disini yang berafiliasi ke
negaranya. Bedangkiknya lagi dia itu. Yang dijaminkan malah aset milik
bangsa kita. Entah apa yang dipikirkan elit negeri kita soal ini.
Tapi jangan kau urus soal ini, Rio. Biarlah orang lain saja. Kau biar
jadi contoh cemana jadi profesional yang fokus. Fokus fokus fokus. Bukan
sekedar kerja kerja kerja. Ingatnya kau itu?
Seginilah surat abang ya. Sudah capek abang nulisnya. Tapi ini karena abang bangga sama kau, Rio
Nanti kalau kau ke medan, jangan lupa kontek-kontek abang. Nanti abang
jemput pake sudaco. Kalau gak naik betor. Kita raun-raun. Pasti banyak
yang panggil-panggil
kau. Abang pun senang lah.
Oke, salam juga dari kawan abang. Si Gundur, si Leman, si Bujing, si
Torang, si Alder, si Lokot sama si Lian Kepinding. Itu semua kedan abang
di medan. Dongan sabutuha.
Itu saja ya. Jangan bosan kau baca surat abang ni.
Medan Pulo Brayan, 20 Maret 2016
Salam, si Pesal Nameda
(Faisal Yusuf Rasyid - Anak Medan)
Sumber: Faisal Yusuf Rasyid