Oleh : Prof.
Andy Bangkit, Ph.D.
::berani melamar, berani nyiapin mahar::
entah kenapa jadi teringat cerita teman-teman yang dulu lebih dulu "diadopsi" oleh universitas-uni
versitas di luar negeri...cerita
yang saya dengar ketika saya masih lucu dan imut sebagai mahasiswa doktoral dulu...
sebagian besar dari mereka "diadopsi" sesaat setelah lulus...dan
yang mengadopsi bahkan datang langsung ke mereka di kampus-kampus. Bukan
orang sembarangan yang datang...wakil rektor, dekan, dan
sebagainya...or
ang-orang
yang di institusi mereka memiliki bargaining politik kampus yang kuat
yang siap menjadi "backing" dalam proses "adopsi" tersebut....
ketika datang e-mail tawaran untuk saya mengajar di Nagoya Univ
dulu pun sebenarnya sama...dosen yang "melamar" saya sudah memiliki
senjata berupa surat-surat dari rektor dan sebagainya, dan profesor saya
(yang saat itu menjadi penghubung...ma
k comblangnya...)
berkata: Prof H ini yang selanjutnya akan menjadi suporter kamu selama proses peninjauan senat di sana nanti...
di luar negeri, ketika mereka hendak "merampok" otak-otak orang asing sudah siap dengan sesiap-siapnya...
beberapa waktu yang lalu ketika saya diberi kesempatan diskusi dengan mahasiswa-mahas
iswa
di almamater saya, Hiroshima University, muncul pertanyaan dari salah
satu peserta: Pak, saya dengar Bapak dulu "terusir" dari salah satu PTN
di Indonesia ya pak? Segera saya tanya: Dengar dari mana? (karena
seingat saya, saya ndak pernah cerita-cerita..
.) "Ya dengar-dengar aja pak...", begitu jawabnya.
Akhirnya saya jawab, "dulu ketika saya hampir lulus doktoral,
sensei saya sudah menawarkan untuk menjadi pengajar di sebuah PTN di
Jepang...bahkan
PTNnya
sudah siap...tapi kemudian ada email dari salah seorang dosen di PTN di
Indonesia yang menulis: Pulang saja dulu, nanti kerjaan mestinya ada di
sini (di kampus tersebut)....se
hingga
akhirnya saya memutuskan pulang dan meninggalkan tawaran mengajar di
PTN di Jepang. Sensei saya juga dulu dengan berat hati melepas saya
pulang sambil berkata: Kalau di sana memang lebih dibutuhkan, ya pulang
ndak papa....(bagi yang friend dengan FB saya sejak saya kuliah pasca
insyaAllah tahu kejadian ini...)
Tapi apa dikata, takdir berjalan lain. Sesampainya saya di
Indonesia dan kemudian menghadap dosen tersebut di ruangannya yang
megah....beliau
langsung menjawab: Maaf Andi kita lagi ndak ada lowongan...ya begitulah...say
a dipulangkan untuk mendengar kata-kata "maaf ndak ada lowongan"...
Tapi, saya sudah menduga akan terjadi hal ini....(terima kasih kepada
pak Totok, korban dari PTN yang sama yang kembali lagi ke Jepang dan
menceritakan semua kejadian yg beliau alami sehingga saya bisa
persiapan...) sehingga diam-diam saya juga mengajukan lamaran ke sebuah
PTS di dekat rumah di Salatiga dan diterima, sehingga shock saya sedikit
terobati. PTS tersebut adalah Universitas Dian Nuswantoro di Semarang.
Kembali ke laptop, kalau universitas di LN sangat siap luar dalam
ketika mereka berani menawar otak-otak yang berceceran di LN, maka kalau
universitas di Indonesia agaknya berbudaya lain. Selama di Udinus
Semarang, tidak jarang saya menerima tawaran dari berbagai PTN untuk
bergabung dengan mereka...tapi ternyata hampir kesemuanya hanya "perayu
ulung" yang tidak berani "mengkhitbah"..
.meski begitu, ada satu PTN yang menunjukkan keseriusannya sejak dulu...
Dan semenjak di Nagoya Univ ini, tidak jarang saya menerima ajakan
bergabung, baik dengan univ di Indonesia maupun di LN....tapi ternyata
kadang-kadang saya lihat, pola tersebut masih sama...yang di Indonesia
kadang berani "melamar" tapi ndak berani "menyiapkan mahar"...
#DahGituAja