Oleh: Ristiyan Ragil
Fallacy #5: Ad Hominem
Anda menolak sebuah argumen bukan karena isi argumennya, melainkan dari sisi personal orang yang membawa argumen itu.
Padahal seharusnya benar dan salah argumen bergantung pada isi agumen tersebut, terlepas dari siapa yang mengatakannya. Sebagaimana masyhur: unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala (lihatlah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan).
Fallacy ini induk dari beberapa cabang fallacy yang lain, sebagiannya insyaAllah akan ada penjelasannya di kesempatan berikutnya.
Contoh:
A: Berdasarkan bukti dan pemaparan saksi yang ada di persidangan, jelas bahwa pak RR tidak bisa dijerat dengan pasal itu, dengan demikian jelas beliau tidak bersalah.
B: Ya jelas kamu bilang begitu, karena kamu murid pak RR, sudah pasti membela.
Contoh lain:
X: Perkataan beliau dapat Anda lihat di kitab A, halaman sekian dan sekian.
Y: Bagaimana saya bisa percaya dengan ucapan seseorang yang bukan lulusan pesantren atau pendidikan agama?
NB: Perlu diperhatikan bahwa tidak semua bentuk "mempertanyakan personal" dari pihak yang berargumen dapat dihukumi ad hominem. Ada yang namanya otoritas dalam suatu bidang ilmu tertentu, yang menjadi pertimbangan apakah pendapat seseorang dapat dipertimbangkan atau tidak, di luar substansi (isi) argumen.
Misalnya, orang yang tidak pernah mempelajari suatu bidang ilmu namun berbicara tentang itu. Insinyur berbicara tentang kedokteran atau sebaliknya, dsb. Sebagaimana kata Ibnu Hajar:
من تكلم في غير فنه أتى بالعجائب
"Barangsiapa yang berkomentar sesuatu yang bukan bidangnya, pasti akan membawa banyak keanehan."
Ad hominem terjadi jika sebuah argumen itu benar, namun ditolak dengan cara menyerang karakter personal pembawa argumen
Sumber: status fb Ristiyan Ragil P
EmoticonEmoticon